Penerimaan Peserta Didik Baru

Penerimaan Peserta Didik Baru TK dan SD

Ma'had Tahfidzul Qur'an Hidayatullah Menerima Santri Baru

Ma'had Tahfidzul Qur'an Hidayatullah Menerima Santri Baru.

Mendorong Kreativitas Anak Memasuki Arena Kompetitif

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Tarbiyah bagi Istri Membentuk Keluarga Sakinah (1)

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Hindari Sikap Mencela Anak

DALAM ungkapan bijak disebutkan, sesungguhnya banyak melakukan celaan terhadap anak akan mengakibatkan penyesalan.

Merindukan Generasi Emas Pembela Umat

 

Hidayatullah.com. Saat ini cara pandang kekebasan berperilaku menjadi kiblat bagi para generasi muda. Dengan dalih kebebasan maka mereka  menjadi tak terkontrol dengan apa yang mereka perbuat. Kebebasan ini pun akhirnya menyeret mereka pada kubangan kebebasan ini sejatinya lahir dari ideologi yang seolah menjauhkan agama dari kehidupan. Artinya ketika dalam beraktivitas sehari-hari tidak ada aturan agama yang melarang, bebas-bebas saja. Arus ide kebebasan juga membuat anak muda menjadi berpikir pragmatis. Keinginan tenar secara instan, banyak uang, bergelimang kemewahan dan lain-lain membuat mereka menempuh jalan pintas, membuat hal kontroversial untuk menarik subscriber. Belum lagi keberadaan influencer panutan yang telah sukses menunjukkan hasil dengan memamerkan kehidupan mewah mereka.

Generasi muda adalah tonggak sebuah peradaban. Di tangannya arah sebuah bangsa akan ditentukan. Kehadiran generasi emas  yang banyak didominasi oleh generasi muda itu telah banyak dicontohkan di masa keemasan Isam. Misalnya Mu’adz bin Amr bin Jamuh pada usia 13 tahun dan Mu’awwidz bin ‘Afra pada usia 14 tahun, berhasil membunuh Abu Jahal, jenderal kaum musyrikin pada Perang Badar.

Zaid bin Tsabit, pada usia 13 tahun, dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasulullah ﷺ, hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi (pembukuan) Al Qur’an.

Zubair bin Awwam, di usia 15 tahun, pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Diakui oleh Rasulullah sebagai hawarinya (pengikut setia). Al-Arqam bin Abil Arqam, pada usia 16 tahun, menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasulullah ﷺ selama 13 tahun berturut-turut.

Sa’d bin Abi Waqqash, pada usia 17 tahun, pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah dan termasuk dari enam orang ahlus syuro (orang-orang yang dipercaya untuk diajak bermusyawarah). Muhammad Al-Fatih, di usia 22 tahun, menaklukkan Konstantinopel, ibu kota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa, dan masih banyak lagi.

Dari sini begitu terlihat jurang perbedaannya dengan generasi hari ini. Generasi emas yang ada di masa lalu begitu memiliki cita-cita yang tinggi dan mulia. Cita-cita yang berangkat dari kecintaan mereka terhadap Rabb  dan Rasul Nya dan keinginan mereka memberikan yang terbaik untuk umat. Cita-cita yang lahir dari keimanan kokoh yang begitu kuat mengakar di dada. Tidak ada dalam kamus mereka ingin kaya, tenar, dan lain-lain. Karena cita-cita yang sifatnya duniawi itu adalah tujuan yang rendah. Kalaupun mereka mendapatkan kebaikan di dunia, itu bukanlah menjadi tujuan utamanya.

Bukan tidak mungkin generasi emas itu hadir kembali. Bagaimana pun anak –anak muda muslim adalah cikal bakal dari kelahiran generasi emas. Lihatlah bagaimana keberanian anak-anak Muslim di Palestina yang berdiri kokoh, menantang musuh Allah meski nyawa tiap hari melayang. Mereka tetap menghafal Qur’an yang tiap hari, jumlahnya terus bertambah, dan anak-anak muda yang semangat mengkaji Islamnya juga semakin tinggi.

Sebagaimana emas yang sesungguhnya, ia perlu ditempa dengan proses yang  panjang, dicuci, dilebur, dan dimurnikan agar kemilaunya nampak.  Artinya generasi emas sesungguhnya tidak bisa lahir sendiri. Mereka harus dilahirkan dari rahim sebuah sistem yang akan memberikan mereka suasana yang mendukung untuk melejitkan semua potensi yang mereka miliki ke arah yang mulia.

Seperti layaknyaa sistem, dia lahir dari pemimpin, komunitas/lingkungan, orangtua dan keluarga serta sahabat-sahabat yang memang mendukungnya menjadi ‘emas’.  Semua punya peran dan terlibat penuh.

Pemuda generasi emas yang mencintai Islam, ia lahir dari atas sampai bawah nya, mencintai Al-Quran. Yang pola pikir dan pola sikapnya berangkat dari Qur’an dan Sunnah. Merekalah yang akan mengangkat kewibawaan kaum Muslim di mata dunia, menjadi pemimpin dunia yang disegani yang akan menyatukan seluruh wilayah Islam. Kehadiran mereka membuat Allah menjadi ridho untuk menurunkan berkahnya ke langit dan bumi.*

Penulis adalah guru Sekolah Tahfizh Plus Khoiru Ummah Kranggan

 

 

Anak Adalah ‘Perawi yang Dhabit’

 

Orang tua harus menjadi sumber matan atau isi kebaikan bagi anak. Perkataan, perbuatan, dan diamnya orang tua akan menjadi isi bagi anak (baik pikiran dan perilakunya). Bahkan perkataan sekecil apapun

 

Hidayatullah.com | ANAK adalah buah hati (tsamaratul qalb). Anak shaleh adalah penyejuk mata (qurratu a’yun) bagi orang tua. Berbagai upaya dilakukan agar anak menjadi anak shaleh. Tarbiyah dilakukan baik di rumah dan di sekolah.

Anak kecil masih bersih dan fitrah, sehingga kalau meninggal dalam usia belia mereka dijamin masuk Surga. Segala perbuatan, perkataan dan diamnya adalah meriwayatkan. Maka, orang tua bisa melakukan verifikasi terhadap semua perkataan dan tingkah laku anak.

Sebagaimana anak-anak di zaman Nabi. Para Sahabat yang berinteraksi dengan Nabi sejak kecil banyak yang mejadi perawi (orang yang meriwayatkan/menyampaikan hadits Nabi) terbanyak. Pertama, Abdullah bin Umar lahir tahun kedua kenabian meriwayatkan 2.630 hadits.

Kedua, Anas bin Malik membantu Nabi di umur 10 tahun meriwayatkan 2.286 hadits. Ketiga, Ummul Mukminin Aisyah lahir tahun keempat kenabian. Berkumpul dengan Nabi di usia 9 tahun. Meriwayatkan 2.210 hadits.

Keempat, Ibnu Abbas lahir tahun ketiga sebelum hijriah. Meriwayatkan 1.660 hadits. Kelima, Jabir bin Abdillah lahir tahun 16 sebelum hijriah. Meriwayatkan 1.540 hadits.

Orang-orang terdekat adalah orang yang paling banyak mempengaruhi anak. Mulai lingkungan keluarga, ayah-bunda, kakek-nenek, lingkungan sekolah dan tetangga di rumah. Merekalah sumber informasi ilmu anak.

Benarlah sabda Rasulullah ﷺ:

  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ { فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ }

Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ‘ kemudian beliau membaca firman Allah yang berbunyi: ‘…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.’ (QS: Ar Ruum (30): 30). (HR. Bukhari)

Hadits ini mudah dipahami. Karena memang anak lebih banyak waktu dengan orang tua dibandingkan dengan di sekolah, lingkungan bermain, sepanjang malam mereka bersama orang tua. Pada hadits di atas, bukan hanya aktifitas keseharian, perkataan dan perbuatan, bahkan agama sekalipun orang tua mampu mengubah dan menggantinya.

Anak melakukan aktifitas yang kompleks di rumah. Mereka melakukan aktivitas penuh pengulangan, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Hal ini dilakukan hari demi hari. Bulan demi bulan hingga berganti tahun.
Bersama orang tua mereka anak melakukan aktifitas ruh, fisik, keterampilan, bahkan ibadah seperti shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh. Jarak jeda hanya di antara sebelum dan sesudah shalat. Anak-anak bisa mempraktikkan majelis ilmu, adab, tadabbur ayat-ayat Al-Qur’an, latihan sedekah, doa-doa harian, dan seterusnya. Karena itulah, semua aktifitas akan terekam kuat oleh anak (dhabit, red). Benarlah sebuah ungkapan:

ما للاباء للابناء
Apa yang dipunyai ayah akan diwarisi anak.

‘Riwayat Guru’
Di samping orang tua, anak juga meriwayatkan apa yang dilihat dan ditemui dari guru. Betapa banyak ahli hadits meriwayatkan dari gurunya.

Tak sedikit anak-anak kita meniru bahkan lebih tunduk pada gurunya. Betapa banyak para ulama dalam biografi-biografinya juga terpengaruh oleh gurunya bahkan meneruskan bidang keilmuan gurunya.

Di dalam Kitab Ta’lim, Sultan Iskandar Dzulqarnain pernah ditanya, mengapa engkau lebih menghormati guru dibandingkan ayahmu?

لان ابى انزلنى من السماء الى الارض واستاذى يرفعنى من الارض الى السماء

Karena sesungguhnya ayahku adalah orang yang menurunkanku dari langit ke bumi, sedangkan guruku mengangkatku dari bumi ke langit.

Guru adalah sebaik-baik ayah bahkan guru adalah ayah dari sisi agama (abuddin) dan ayah dari sisi ruh (aburruh). Bagaimana jika sekolah tidak peduli pada agama dan ruh anak?

Setelah guru dan orang tua, lingkungan bermain anak juga mejadi sumber informasi bagi anak. Anak akan banyak meriwayatkan dari majelis-majelis ini. Rasulullah memperingatkan serius bahwa teman sampai mampu mempengaruhi agama, dalam sabdanya:
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Orang tua harus melakukan pengecekan atau verifikasi. Sudahkah anak banyak meriwayatkan dari orang tua?
Dari mana anak dapat kata-kata kotor? Hal yang berkaitan dengan iman, adab, dan syariat dasar. Huruf hijaiyah, doa-doa harian bacaan shalat, rukun iman yang enam, adab keseharian seharusnya meriwayatkan dari orang tua meskipun nantinya akan disempurnakan oleh para guru.

Kenapa demikian? Karena waktu lebih banyak dengan orang tua apalagi di masa pandemi saat ini.

Akhirnya, orang tua harus senantiasa perhatian terhadap perkembangan anak. Segala aktifitas perbuatan dan perkataan anak bisa dirunut dari mana riwayatnya.

Orang tua harus menjadi sumber matan atau isi kebaikan bagi anak. Perkataan, perbuatan, dan diamnya orang tua akan menjadi isi bagi anak (baik pikiran dan perilakunya). Bahkan perkataan sekecil apapun seperti, assalamualaikum, Allahu rabbi, jazakallah, terima kasih, minta maaf, dan minta tolong, semua itu anak dapatkan dari meriwayatkan. Dari siapa? Semua itu berasal dari, ayah bunda, guru, dan lingkungan.*/ Herman Anas, alumnus Ponpes Annuqayah

 

Anak dan Tahapan-tahapan Mengenalkan Hobi Membaca

 

Hidayatullah.com | MEMBACA adalah salah satu kunci pengetahuan dan merupakan alasan terpenting bagi kemajuan masyarakat; yang di dalamnya terdapat kumpulan para penulis, cendekiawan, dan pengetahuan tentang berita sebelumnya dan kontemporer serta ilmu mereka. Perintah untuk membaca adalah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi ﷺ.

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu (Hai Muhammad), yang menciptakan.” (QS: Al-Alaq:1)

Para pendidik seharusnya memiliki keinginan untuk mengajar anak-anak membaca sejak usia dini. Dan kebiasaan membaca pada anak-anak melalui beberapa tahapan;

Tahap interpretasi dengan tangan

Tahap ini dimulai pada usia pertama sang anak yang menunjukkan rasa minat sekilasnya pada buku. Dia memasukkannya ke dalam mulutnya serta merobek kertasnya. Agar mendapatkan pengalaman ini, kita dapat meletakkan kertas-kertas dari majalah lama di depan kedua tangannya.

Tahap penunjukkan terhadap gambar

Saat bayi menginjak usia 15 bulan; biasanya mereka mulai tertarik pada gambar dan buku. Dalam tahap ini, sang Ibu mesti memainkan perannya yaitu dengan membalikkan halaman-halaman buku tersebut dan sang anak melihatnya.

Tahap penamaan sesuatu

Dimulai saat bayi menginjak usia 18 bulan; lalu mulai menggunakan kata-kata yang diambil dari arti gambar dan ini membantunya untuk meningkatkan perbendaharaan kata. Dia menunjuk pada gambar dan memberinya nama; seperti: ini unta, ini mobil dan dia akan bertanya pada Ibunya: ‘Apa ini?’

Tahap mencintai cerita pendek yang mudah

 

Dimulai setelah usia 2 tahun, dimana anak menyebut dan melihat buku (membaca) karena ia suka mendengar cerita tentang setiap gambar. Di usia ini, anak-anak mulai memandang huruf sebagai objek pada setiap halamannya.

Tahap pencarian makna

Dan itu dimulai setelah usia anak 2 setengah tahun atau 3 tahun. Di dalamnya gambar-gambar itu tampak bagi sang anak, seolah-olah benda nyata yang di dalamnya terdapat kehidupan. Dia mungkin akan menjangkau untuk mengambil sesuatu dari gambar, atau mungkin mereka bertemu dengan seorang anak dalam gambar.

Tahap cerita dan menulis huruf.

Dimulai setelah pertengahan tahun keempat kehidupan anak; anak memperoleh kemampuan untuk menafsirkan dan membuat anotasi gambar. Seperti perhatiannya terhadap bentuk huruf maka begitulah perhatian dan minatnya terhadap gambar.

Tahap persepsi hubungan antara teks dan gambar

Dimulai pada usia 5 tahun; saat anak menemukan kesenangan ketika berteman dengan yang lain. Hal ini meningkatkan keterampilan sosialnya. Pada tahap ini, sang anak menemukan kesenangan dalam segala hal yang memancing tawa, terutama gambar komik (gambar yang lucu).

Tahap memperoleh kebiasaan utama membaca

Ini dimulai pada usia 6 tahun kehidupan anak. Anak menjadi mampu menghidupkan proses intelektual. Oleh karena itu, usia ini sangat cocok untuk anak masuk sekolah berkat apa yang dimilikinya tentang konsep fleksibilitas kecerdasannya.

Tahapan meningkatkan kemampuan anak dalam memperhatikan dan mengetahui lingkungan sektarnya

Dimulai dari usia 7-13 tahun, di mana anak senang mengetahui apa yang ada di balik fenomena realistik yang ia alami sendiri di lingkungannya. Sehingga ia beralih ke dalam dunia imajinasi, tetapi tetap mampu membedakan cerita satu sama lain. Antara mana cerita fiksi dan mana yang non-fiksi.

Tahap perpindahan yang jelas dari dunia imajinasi menuju dunia nyata

Dimulai pada usia 9 tahun. Anak-anak biasanya suka membaca cerita petualangan atau cerita tentang kehidupan anak-anak.

Tahap mengurangi dongeng

Dimulai dari usia 10 tahun menuju 11 tahun. Terkadang kita menemukan anak laki-laki sangat mengagumi para pahlawan dan petualang, dan mencoba untuk meniru mereka. Sementara minat anak perempuan tetap terkait dengan perjalanan dan menyukai kebiasaan orang-orang dari negara lain.

Maka, sebagai orang tua kita mesti memilih topik untuk mereka yang tidak bertentangan dengan nilai dan moral Islam.*/Annisa Pratiwi, mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam STIBA Ar Raayah, Sukabumi, Jawa Barat. Bahan diterjemahkan dari: الأطفال والقراءة (قطب دويب-مجلة الأسرة-بتصرف)

Rep: Admin Hidcom

Editor: Rofi' Munawwar